Monday, May 27, 2013

dwi-tunggal, pemimpin yang dirindukan

Ketika kita mendengar kata ini akan terlintas dipikiran kita dua orang sosok pahlawan yang tidak lepas dari perjuangan bangsa ini. Yah, dwi-tunggal " dua tetapi satu dan tidak dapat dipisahkan ", dua pahlawan yang tidak akan pernah bisa dipisahkan, sang proklamator bangsa ini.

Keduanya memainkan peran penting dalam  "memberikan kemerdekaan pada bangsa ini " dan sekaligus  " dua orang sosok negarawan berkaliber tinggi yang siap mengorbankan ambisi, kekayaan dan kedudukan demi cita-cita bangsa ini".

Namun, siapa sangka " dwi-tunggal ", " the founding father " bangsa ini sangat sulit untuk menelurkan kata sepakat bagi keduanya. Jangankan untuk kata sepakat, keduanya juga sering saling bertolak belakang bahkan berseteru. Mereka memiliki perbedaan pribadi yang sangat mencolok, Bung Karno yang bersuku jawa memliki sifat flamboyan, semangat tinggi, dan sangat berapi-api, berbeda dengan suku jawa pada umumnya yang terlihat lebih pendiam dan kalem. Sedangkan sebaliknya bung hatta yang bersuku minang asli memiliki sifat rendah hati, berpendirian teguh dan lebih pendiam dibanding bung karno.



Perseteruan kedua pemimpin besar

1. NASAKOM - Nasionalisme

Seperti yang kita tahu pada fase dua kepemimpinannya 1959-1967 , bung karno berusaha menggiring partai - partai politik di Indonesia berhaluan ideologi NASAKOM " nasionalisme, agama dan komunis " dia beranggapan bahwa ketiga ideologi dapat dihubungkan dan digabungkan. Namun hatta dengan konsep nasionalisme berkedaulatan rakyat menemukan kontradiksi di dalam konsep NASAKOM Soekarno, Bung hatta berpendapat bahwa ideologi " fasisme dan komunisme " disatu pihak dan "nasionalisme yang berkedaulatan rakyat dipihak lainnya ". Hal ini yang membuat keretakan diantara kedua dwi-tunggal ini, hal ini membuat jurang antara partai komunis dan bung hatta, serta keretakannya dengan soekarno pada tahun 1950.

2. Wilayah

Dalam hal penentuan wilayah bangsa kedua dwi-tunggal ini memiliki kontradiksi juga, Hatta berpendapat bahwa wilayah indonesia cukuplah bekas wilayah jajahan hindia belanda saja, jika Irian barat dan malaya serta borneo utara tidak mau bergabung itu bukan masalah. Karena, wilayah jajahan hindia belanda saja sudah cukup luas. Hal ini berbeda dengan soekarno yang berpendapat kita (Indonesia) harus membebaskan wilayah irian barat dari cengkraman belanda dan kita juga harus membebaskan masyarakat malaya dan borneo utara ( sekarang malaysia ) dari jajahan inggris. Hal ini memang dilaksanakan bung karno dengan oprasi TRIKORA untuk membebaskan papua barat dan operasi DWIKORA untuk mengalahkan federasi malaysia. Dan pada tahun 1963 negara kita sukses mengusir belanda dari irian barat dan mengambil alih negara boneka Papua ke pangkuan ibu pertiwi.

3. Politik Luar negeri

Pada saat setelah perang dunia kedua berakhir, ada dua hegemoni besar di dunia yaitu Uni Soviet dan Amerika. Pada saat ini terdapat pertanyaan besar yang ada di negeri ini haruskah kita Pro-Rusia atau Pro-Amerika ?. Bung hatta berpendapat bahwa kita tidak harus memilih antara kedua blok itu, sebaliknya kita harus menetralkan diri dan berpolitik yang netral diantara kedua hegemoni itu. Pernyataan bung hatta ini disampaikan dalam pidatonya " Mendayung Diantara Dua Karang ". Peryataan hatta ini merupakan cikal bakal politik bangsa indonesia saat ini yaitu "politik bebas aktif". Sedangkan bung karno juga sependapat dengan hatta, hal ini dibuktikan dalam keikut sertaan indonesia di dalam negara gerakan non-blok, namun dalam perjalanannya bung karno lebih condong ke blok timur. Hal ini dibuktikan dengan sangat dekatnya hubungan indonesia dengan Uni Sovyet saat itu, berbagai persenjataan modern pada jamannya didatangkan dari Uni Sovyet ke negara ini dalam rangka kampanye bangsa indonesia untuk merebut irian barat dari tangan penjajah. Dengan ini Indonesia dapat dengan mudah mengimbangi persenjataan belanda dan dipihak lain Uni Sovyet akan dgn mudah menanamkan pengaruh komunisme di negeri ini dengan bantuan sang proklamator.

4. Demokrasi terpimpin dan Demokrasi Murni

Dalam urusan demokrasi bung hatta percaya bahwa demokrasi murni adalah sistem politik masa depan indonesia. Namun pada tahun 1959 bung karno menjalankan politik demokrasi terpimpin yang menjadikan dirinya sebagai presiden seumur hidup bagi bangsa ini. Hal ini sangat bersebrangan dengan pemikiran bung hatta, bung hatta menilai sistem ini adalah sistem otoriter yang menindas demokrasi. Bung Hatta berkata " sekalipun tertindas demokrasi tidak pernah lepas dan lenyap dari bumi indonesia ". Dalam hal demokrasi murni ini bung hatta mengingatkan bahwa akan ada anomali demokrasi di indonesia, beliau berkata "demokrasi bisa tertindas sementara karen kesalahannya sendiri. Tetapi setelah ia mengalami cobaan yang pahit, ia akan muncul kembali dengan keinsyafan ".


Dua orang pahlawan proklamator, Dwi-Tunggal, tidak dapat dipisahkan. Bagaimana pun kesalahan atau perseteruan dua pemimpin besar ini yang terjadi. Dengan semangat merekalah maka bangsa ini dapat berdiri hingga saat ini. Dua orang pemimpin yang dirindukan, bukan politisi melainkan negarawan, hal yang sangat langka di Indonesia saat ini.

-Muhammad Mara Ikbar

















Friday, May 24, 2013

dreams

the future belongs to those who believe in the beauty of their dreams -

Memandang Tanpa Melihat

Setiap satu hari dalam seminggu, perasaan ini selalu muncul. Dan selalu mengahantui di enam hari sisanya dan selalu berulang di minggu-minggu berikutnya. Setiap hari itu tiba, aku tahu kamu pasti ada disitu, di hari yang sama, di tempat yang sama dan di dalam momen yang sama. Setiap hari itu tiba aku selalu bergegas ke tempat itu datang lebih awal, lalu membuka laptop ku mencoba mencari apa yang bisa diriku kerjakan sembari menunggumu..... Dan berharap hari itu menjadi momenku bersamamu. Tapi yang terjadi adalah kebalikannya, ketika kamu datang, hanya ada perasaan canggung dan mataku yang selalu tertuju pada laptop ku tanpa ada keberanian menatapmu, apalagi hanya sekedar untuk menyapa. Saat momen itu tiba aku sebenarnya memandangmu tanpa melihatmu, dan saat momen itu tiba kita sebenarnya bercengkrama satu sama lain tapi bukan dengan bahasa melainkan perasaan. Momen itu tidak berlangsung lama, karena banyak hal-hal yang harus aku kerjakan. Dan ketika aku keluar dari ruangan itu, hanya ada perasaan menyesal " ah, sudahlah lupakan saja, mungkin minggu depan ". Dan ketika hari itu berakhir, perasaan itu selalu mengahantui di enam hari setelahnya. Dan ketika malam tiba sebenarnya aku selalu mengunjungimu tanpa perlu hadir, seperti biasa bukan wujud fisik ataupun bahasa yang keluar, melainkan hanya perasaan. Dan hal ini selalu terjadi berulang hingga hari ini dan mungkin seterusnya.

Thursday, May 23, 2013

Edelweiss

Pesan ini akan tiba padamu, entah dengan cara apa
Bahasa yang ku tahu kini hanyalah perasaan
Aku memandangimu tanpa perlu menatap
Aku mendengarmu tanpa perlu alat
Aku menemuimu tanpa perlu hadir
Aku mencintaimu tanpa perlu apa-apa
Karena kini dengan adanya kamu, kumiliki segalanya

-Dee